Boci dan Mimi

Posted on 20 February 2009

11


Saya bukan penggemar atau kolektor binatang, apalagi binatang karnivora jenis anjing. Sebelumnya juga tidak pernah melihat binatang ini radius dekat, sebab di lingkungan saya di Malang tidak ada yang memelihara anjing. Kalaupun ada, pastilah sudah digerebek orang sekampung yang menolak peliharaan anjing di kampung. Entahlah, mungkin ada hubungan dengan norma agama, takut digigit karena kebuasannya ataupun terganggu dengan jenggongan anjing.

Lain di Malang, lain dengan di Solo. Di lingkungan rumah saya di Solo, anjing merupakan hewan yang banyak dipelihara penghuni kampung. Bahkan seliweran ke sana-sini seperti keberadaan kucing di Malang. Saya yang tidak terbiasa dengan anjing bila berpapasan di jalan selalu deg-degan seakan pingin lari terbirit-birit. Sekarang dah lumayan terbiasa, meski tidak menyentuhnya.

Bermacam-macam jenis anjing yang kebetulan saya lihat di sini. Tetangga saya ada yang mempunyai anjing kelas elit –begitu saya menyebutnya– juga ada yang kelas jelata. Salah satunya, yang kelas elit diberi nama Boci. Dia begitu terjamin hidupnya, minumnya susu, makannya sate, roti, jeroan ayam yang digoreng dan sejenisnya. Penampakannya begitu bersih, bulunya coklat kemerahan begitu mengkilat. Anjing rumahan ini setiap harinya berada di teras rumah dengan leher yang terantai kuat. Pemiliknya rajin mengajak jalan tiap pagi, sambil dilatih ketangkasan. Benar-benar terawat, gesit dan penurut banget. Bila lewat di jalan, orang-orang memanggil-manggil namanya, seakan mengelu-elukan. Boci melenggang dengan gagahnya.

Sedangkan dari kelas jelata ada seekor anjing bernama Minah yang sering dipanggil dengan Mimi. Dia seekor anjing betina tanpa ekor –entah bawaan dari lahir atau putus oleh suatu sebab– dengan warna bulu paduan dari hitam dan putih. Yang membuat saya kasihan dengan anjing ini adalah penampakannya yang kuyu, kurus dan kucel. Sepertinya jarang diberi makan oleh pemiliknya. Namun begitu dia juga amat penurut. Selalu mengikuti kemanapun pemiliknya pergi. Kondisinya yang kucel membuat banyak orang sekitar sebel melihatnya. Bila kebetulan lewat sendirian langsung digusak, diusir.

Akhir-akhir ini sudah lama sekali saya tidak melihat Mimi lewat di depan rumah. Saya pikir dia sakit atau dijual oleh pemiliknya. Info yang saya dengar ternyata Mimi sudah tewas di tangan pemiliknya. Kok bisa? Ternyata Mimi disembelih yang kemudian dimakan sebagai lawuh alias teman makan nasi. Olala… kasihan banget

Ternyata meskipun sekedar binatang, perlakuan yang didapatkan bisa berbeda dikarenakan kelasnya. Entah apa yang terjadi bila Boci tidak berumur panjang. Dimakan ataukah dikubur dengan disertai tangisan pemiliknya? Hmm

Btw, di Solo ini banyak tergelar stand yang menyediakan aneka masakan dari daging anjing, bisa sate (disebut sate jamu alias sate gukguk), rica-rica, cah, oseng, dan sebagainya. Di antara anda ada yang pernah makan daging anjing? Gimana rasanya?

Posted in: Intermezzo